Kantor Pusat :
Perumahan Shangrila Unit I No. 75 - Petukangan Selatan - Jakarta Selatan
Sebanyak 480 jamaah umroh asal Indonesia diberangkatkan ke Arab Saudi, pada Sabtu (8/1). Keberangkatan mereka itu setelah Kementerian Agama melakukan uji coba umroh di masa pandemi dengan mengirim tim advance sebanyak 25 orang yang merupakan pemilik penyelenggara perjalanan ibadah umroh (PPIU).
Ketua Tim Advance Mitigasi Sistem Umrah Amphuri, Muhammad Azhar Gazali menceritakan bagaimana pengalaman dia selama 14 hari di Arab Saudi. Dia menceritakan, hari terakhir tim advance mitigasi sistem umrah menjalankan tugas di Makkah, adalah ditutup dengan pertemuan bersama seluruh Tim Advance lintas asosiasi dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah.
“Tim Advance diterima langsung oleh Konjen RI Eko Hartono dan Konsul Haji KJRI Endang Djumali di kantor KJRI Jeddah,pada Kamis(6/1),” katanya kepada Republika kemarin.
Dalam pertemuan itu, Konjen Eko meminta masukan atas evaluasi dari tim berdasarkan pengalaman selama 14 hari melakukan observasi terkait penyelenggaraan umrah di masa pandemi ini. Ada beberapa rekomendasi yang disampaikan Amphuri untuk menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan.
“Amphuri mengusulkan dan merekomendasikan agar umrah bisa dilaksanakan kembali mengingat kesiapan emerintah Saudi dalam menyambut tamu-tamu Allah dari Indonesia. Semua asosiasi pun menyepakatinya,”ujarnya mengusulkan ketika itu.
Usulan ini juga kata Azhar, dipertegas oleh Kabid Haji Ismail Adhan yang mengatakan agar penyelenggaraan umrah segera dilanjutkan, sehingga semua stakeholder dalam pengelolaan perjalanan umrah bisa kembali beroperasi.
“Kewajiban PPIU untuk memberangkatkan calon jamaah umrah yang tertunda bisa terlaksana,” ujar Ismail.
Sementara Wasekjen Rizky dan Wakabid Hubungan antar Lembaga ,Amphuri, Saipul Bahri menyampaikan, masalah aplikasi tawakkalna tidak perlu terlalu dipermasalahkan, sebab, berdasarkan pengalaman tim, pemakaian gelang yang diberikan oleh muassasah sebagai identitas jamaah cukup efektif digunakan sebagai tanda pengenal dan tiket masuk di Masjidil Haram dan Nabawi.
Di samping itu, beberapa catatan yang musti diperhatikan adalah terkait kesiapan asrama haji jika nantinya dijadikan tempat karantina harus memenuhi standar prokes dan adanya Satgas Covid-19 dalam menerima jamaah sepulang dari Tanah Suci. Karena itu,kata Azhar, dibutuhkan kesiapan semua pihak untuk merealisasikan rencana-rencana tersebut.
“Tentu saja semua dengan persiapan yang matang dan terukur juga kordinasi yang baik oleh semua pihak terkait, mengingat umrah dilaksanakan di masa pandemi sehingga membutuhkan penanganan khusus yang mengedepankan keamanaan,kenyamanan dan keselamatan jamaah.