Kantor Pusat :
Perumahan Shangrila Unit I No. 75 - Petukangan Selatan - Jakarta Selatan
KISAH Abu Bakar mendapat julukan Ash-Shiddiq dan Al-‘Atiq sangat menarik diketahui kaum Muslimin. Ini bisa menjadi bekal untuk lebih bertakwa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Dikutip dari nu.or.id, Rabu (26/1/2022), Ustadz Muhamad Abror, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek-Cirebon dan Ma’had Aly Sa’idusshiddiqiyah Jakarta, menerangkan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam sering memberikan julukan kepada para sahabat sebagai bentuk sanjungan sesuai keunggulan yang dimiliki.
Di antaranya Umar bin Khattab yang dijuluki Al-Faruq (pembeda antara kebenaran dan kebatilan), Khalid bin Walid yang dijuluki Saifullah (pedang Allah), dan Hamzah bin Abdul Muthalib yang dijuluki Asadullah (macan Allah).
Sebagai sahabat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam yang paling utama, Abu Bakar juga memiliki julukan khusus, yaitu Ash-Shiddiq dan al-‘Atiq. Berikut penjelasan arti serta alasan penyematan kedua julukan tersebut.
Ash-Shiddiq
Ash-Shiddiq memiliki arti ‘orang yang sangat jujur atau banyak membenarkan’. Abu Bakar mendapat julukan ini karena merupakan sahabat Nabi yang paling memercayai Nabi, bahkan terkait hal-hal yang tidak masuk akal sekalipun.
Seperti pernah dikisahkan saat setelah peristiwa Isra Mikraj. Dalam satu malam, Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam melakukan perjalanan kilat dari Makkah ke Baitul Maqdis, dan dilanjut perjalanan langit dengan segala keajaibannya.
Keesokan harinya, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam menceritakan kepada penduduk Makkah tentang apa yang baru saja dialaminya semalam. Bukan tambah beriman, penduduk Makkah justru banyak yang tidak percaya. Mereka yang tadinya suka mencela Nabi, makin heboh mengolok-olok karena mendapat momen emas untuk menghina Nabi.
Parahnya lagi, orang-orang yang imannya lemah menjadi murtad karena terhasut dan menganggap Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam sebagai pendusta. Dalam keadaan yang demikian genting, Abu Bakar muncul dengan gagah dan penuh percaya diri membenarkan apa saja yang Rasulullah sampaikan tanpa tapi. Sejak kejadian itu, Nabi menjulukinya ash-Shiddiq.
Dalam hadis riwayat Siti Aisyah radhiyallahu anha dijelaskan:
لَمَّا أُسْرِيَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى، أَصْبَحَ يُحَدِّثُ بِذَلِكَ النَّاسَ، فَارْتَدَّ نَاسٌ مِمَّنْ كَانَ آمَنَ وَصَدَّقَ بِهِ وَفُتِنُوا، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: إِنِّي لأُصَدِّقُهُ فِيمَا هُوَ أَبْعَدُ مِنْ ذَلِكَ، أُصَدِّقُهُ بِخَبَرِ السَّمَاءِ غَدْوَةً أَوْ رَوْحَةً، فَلِذَلِكَ سُمِّيَ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقَ
“Begitu Nabi melakukan isra ke Masjid al-Aqsha, paginya ia kabarkan hal itu kepada warga (Makkah). (Saking tidak percayanya), sampai-sampai mereka yang tadinya beriman dan memercayai Nabi menjadi murtad. Mereka celaka. Abu Bakar pun berkata, ‘Aku membenarkannya pada perkara yang lebih daripada itu, aku membenarkannya tentang wahyu yang ia terima dari langit di pagi ataupun sore hari.’ Oleh karena itu, Abu Bakar dinamakan Ash-Shiddiq.” (Ibnul Atsir, Usdul Ghabah fi Ma’rifatish Shababah, juz III, halaman 310)