Kantor Pusat :
Perumahan Shangrila Unit I No. 75 - Petukangan Selatan - Jakarta Selatan

Kisah Sahabat Nabi : Khabbab bin Arats, Guru dalam Ilmu dan Pengorbanan

Khabbab bin Arats adalah seorang pandai besi yang ahli membuat alat-alat senjata, terutama pedang. Senjata dan pedang buatannya dijualnya kepada penduduk Makkah dan dikirimnya ke pasar-pasar.

Sejak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, Khabbab pun mendapatkan kedudukan yang tinggi di antara orang-orang yang tersiksa dan teraniaya. Ia mendapat kedudukan itu di antara orang-orang yang walau pun miskin dan tak berdaya, tetapi berani dan tegak menghadapi kesombongan, kesewenangan dan kegilaan kaum Quraisy.

Dan dengan keberanian luar biasa, Khabbab memikul tanggung jawab semua itu sebagai seorang perintis.

Sya’bi berkata, “Khabbab menunjukkan ketabahannya, hingga tak sedikit pun hatinya terpengaruh oleh tindakan biadab orang-orang kafir. Mereka menindihkan batu membara ke punggungnya, hingga terbakarlah dagingnya.”

Kafir Quraisy telah merubah semua besi yang terdapat di rumah Khabbab yang dijadikannya sebagai bahan baku untuk membuat pedang, menjadi belenggu dan rantai besi. Lalu mereka masukkan ke dalam api hingga menyala dan merah membara, kemudian mereka lilitkan ke tubuh, pada kedua tangan dan kedua kaki Khabbab.

Pernah pada suatu hari ia pergi bersama kawan-kawannya sependeritaan menemui Rasulullah SAW, bukan karena kecewa dan kesal atas pengorbanan, hanyalah karena ingin dan mengharapkan keselamatan.

Mereka berkata,”Wahai Rasulullah, tidakkah anda hendak memintakan pertolongan bagi kami?”

Rasulullah SAW pun duduk, mukanya jadi merah, lalu sabdanya: “Dulu sebelum kalian, ada seorang laki-laki yang disiksa, tubuhnya dikubur kecuali leher ke atas. Lalu diambil sebuah gergaji untuk menggergaji kepalanya, tetapi siksaan demikian itu tidak sedikit pun dapat memalingkannya dari agamanya. Ada pula yang disikat antara daging dan tulang-tulangnya dengan sikat besi, juga tidak dapat menggoyahkan keimanannya. Sungguh Allah akan menyempurnakan hal tersebut, hingga setiap pengembara yang bepergian dari Shana’a ke Hadlramaut, tiada tahut kecuali pada Allah Azza wa Jalla.”

Khabbab dengan kawan-kawannya mendengarkan kata-kata itu, bertambahlah keimanan dan keteguhan hati mereka. Dan masing-masing berikrar akan membuktikan kepada Allah dan Rasul-Nya hal yang diharapkan dari mereka, ialah ketabahan, kesabaran dan pengorbanan.

Demikianlah, Khabbab menanggung penderitaan dengan sabar, tabah dan tawakkal. Orang-orang Quraisy terpaksa meminta bantuan Ummi Anmar, yakni bekas majikan Khabbab yang telah membebaskannya dari perbudakan. Wanita tersebut akhirnya turun tangan dan turut mengambil bagian dalam menyiksa dan menderanya.

Wanita itu mengambil besi panas yang menyala, lalu menaruhnya di atas kepala dan ubun-ubun Khabbab, sementara Khabbab menggeliat kesakitan. Tetapi nafasnya ditahan hingga tidak keluar keluhan yang akan menyebabkan algojo-algojo tersebut merasa puas dan gembira.

Pada suatu hari Rasulullah SAW lewat di hadapannya, sedang besi yang membara di atas kepalanya membakar dan menghanguskannya. Hingga kalbu Rasulullah pun bagaikan terangkat karena pilu dan iba hati. Rasulullah kemudian berdoa, “Ya Allah, limpahkanlah pertolongan-Mu kepada Khabbab!”

Dan kehendak Allah pun berlakulah, selang beberapa hari, Ummi Anmar menerima hukuman qishas. Seolah-olah hendak dijadikan peringatan oleh Yang Maha Kuasa baik bagi dirinya maupun bagi algojo-algojo lainnya. Ia diserang oleh semacam penyakit panas yang aneh dan mengerikan. Menurut keterangan ahli sejarah ia melolong seperti anjing.

Dan orang memberi nasihat bahwa satu-satunya jalan atau obat yang dapat menyembuhkannya ialah menyeterika kepalanya dengan besi menyala. Demikianlah, kepalanya yang angkuh itu menjadi sasaran besi panas, yang disetrikakan orang kepadanya tiap pagi dan petang

Jika orang-orang Quraisy hendak mematahkan keimanan dengan siksa, maka orang-orang beriman mengatasi siksaan itu dengan pengorbanan. Dan Khabbab adalah salah seorang yang dipilih oleh takdir untuk menjadi guru besar dalam ilmu tebusan dan pengorbanan. Boleh dikata seluruh waktu dan masa hidupnya dibaktikannya untuk agama yang panji-panjinya mulai berkibar.

Di masa-masa dakwah pertama, Khabbab. tidak merasa cukup dengan hanya ibadah dan shalat semata, tetapi ia juga memanfaatkan kemampuannya dalam mengajar. Didatanginya rumah sebagian temannya yang beriman dan menyembunyikan keislaman mereka karena takut kekejaman Quraisy, lalu dibacakannya kepada mereka ayat-ayat Alquran dan diajarkannya. Ia mencapai kemahiran dalam belajar Alquran yang diturunkan ayat demi ayat dan surat demi surat.

Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan mengenai dirinya, bahwa Rasuiullah SAW pernah bersabda, “Barangsiapa ingin membaca Alquran tepat sebagaimana diturunkan, hendaklah ia meniru bacaan Ibnu Ummi Abdin (Khabbab bin Arats)!”

Hingga Abdullah bin Mas’ud menganggap Khabbab sebagai tempat bertanya mengenai soal-soal yang bersangkut paut dengan Alquran, baik tentang hapalan maupun pelajarannya.

Khabbab adalah juga yang mengajarkan Alquran kepada Fatimah binti Khatthab dan suaminya Sa’id bin Zaid ketika mereka dipergoki oleh Umar bin Khatthab yang datang dengan pedang di pinggang untuk membuat perhitungan dengan agama Islam dan Rasulullah SAW.

Khabbab bin Arats menyertai Rasulullah SAW dalam semua peperangan dan pertempurannya, dan selama hayatnya ia tetap membela keimanan dan keyakinannya. Dan ketika Baitul Mal melimpah-ruah dengan harta kekayaan di masa pemerintahan Umar dan Utsman RA, maka Khabbab beroleh gaji besar, karena termasuk golongan Muhajirin yang mula pertama masuk Islam.

Penghasilannya yang cukup ini memungkinkannya untuk membangun sebuah rumah di Kufah, dan harta kekayaannya disimpan pada suatu tempat di rumah itu yang dikenal oleh para shahabat dan tamu-tamu yang memerlukannya. Hingga bila di antara mereka ada sesuatu keperluan, ia dapat mengambil uang yang diperlukannya dari tempat itu.

Walaupun demikian, Khabbab tak pernah tidur nyenyak dan tak pernah air matanya kering setiap teringat akan Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang telah membaktikan hidupnya kepada Allah. Mereka beruntung telah menemui-Nya sebelum pintu dunia dibukakan bagi kaum Muslimin dan sebelum harta kekayaan diserahkan ke tangan mereka.

Ketika para sahabatnya datang menjenguk ketika ia sakit, mereka berkata, “Senangkanlah hati anda wahai Abu Abdillah, karena anda akan dapat menjumpai teman-teman sejawat anda.”

Khabbab berkata sambil menangis, “Sungguh, aku tidak merasa kesal atau kecewa, tetapi kalian telah mengingatkanku kepada para sahabat dan sanak saudara yang telah pergi mendahului kita dengan membawa semua amal bakti mereka, sebelum mereka mendapatkan ganjaran di dunia sedikit pun juga. Sedang kita masih tetap hidup dan beroleh kekayaan dunia, hingga tak ada tempat untuk menyimpannya lagi kecuali tanah.”

Kemudian Khabba menunjuk rumah sederhana yang telah dibangunnya itu, lalu ditunjuknya pula tempat untuk menaruh harta kekayaannya. “Demi Allah, tak pernah saya menutupnya walau dengan sehelai benang, dan tak pernah saya menghalangi siapa pun yang meminta,” ujarnya.

Dan setelah itu ia menoleh kepada kain kafan yang telah disediakan orang untuknya. Maka ketika dilihatnya mewah dan berlebih-lebihan, air matanya mengalir. “Lihatlah ini kain kafanku. Bukankah kain kafan Hamzah paman Rasulullah SAW ketika gugur sebagai salah seorang syuhada, hanyalah burdah berwarna abu-abu, yang jika ditutupkan ke kepalanya terbukalah kedua ujung kakinya. Sebaliknya bila ditutupkan ke ujung kakinya, terbukalah kepalanya?”

Khabbab berpulang pada tahun 37 Hijriyah. Dengan demikian, si pembuat pedang di masa jahiliyah telah tiada lagi. Demikian halnya guru besar dalam pengabdian dan pengorbanan dalam Islam telah berpulang.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »