Kantor Pusat :
Perumahan Shangrila Unit I No. 75 - Petukangan Selatan - Jakarta Selatan
Islam tidak melarang umatnya menjadi kaya, boleh mencari harta sebanyak-banyaknya asal caranya halal. Menjadi kaya dan memiliki harta yang banyak tentu memudahkan seseorang melaksanakan keinginannya selama hidup di dunia, terutama ia bisa berbagi lebih banyak kepada sesama yang membutuhkan pertolongan dan untuk semua hal yang diridhai-Nya semata.
“Dialah yang menjadikan kamu penguasa penguasa di muka bumi dan dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (QS al-Anaam [6]:165).
Pada zaman modern sekarang kekayaan tentu identik dengan kemewahan. Hal ini tak bisa dihindari, bahkan kebanyakan manusia mencari harta bertujuan hanya untuk bisa menikmati apa yang disebut kemewahan, tapi akan berbahaya jika itu menjadi satu-satunya tujuan hidup manusia.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya di antara yang aku khawatirkan atas kalian sepeninggalku nanti ialah terbuka lebarnya kemewahan dan keindahan dunia ini padamu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Manusia sejak dulu sudah ditakdirkan berlomba-lomba untuk menjadi kaya dan memiliki harta yang melimpah, tapi kebanyakan memaksakan diri untuk mencapainya dengan segala cara, bahkan jika perlu melakukan jalan pintas, korupsi dan kolusi. Bagi mereka benda-benda mewah menjadi simbol citra diri, derajat seseorang diklasifikasikan dengan mobil mahal, rumah mewah, perhiasan, rekening miliaran rupiah, serta status yang pasti dihormati dan disanjung.
Peringatan hadis Rasulullah SAW di atas harus menjadi perhatian, jangan sampai rezeki yang diperoleh membuat lupa diri, terperosok dalam gaya hidup hedonis, jauh dari kesederhanaan yang bisa membuat seseorang lengah dari berbuat kebajikan, bahkan seorang pemimpin pun bisa jatuh pada kehinaan akibat banyaknya harta, ia terjerumus pada perilaku hidup buruk tak bermoral semisal memakai narkoba.
Kemewahan bisa membuka peluang lebih besar menggiring manusia ke lembah kehancuran karena bisa menjadikannya dilalaikan hartanya dari ketaatan kepada Allah, egois, sombong, mau menang sendiri, nilai-nilai aklak dan moral ditabrak semaunya demi satu tujuan gengsi tinggi, hidup dalam kemewahan.
“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia ini tidak dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka….” (QS Hud [11]: 15-16).
Perbedaan kaya miskin, krisis ekonomi, korupsi kolusi, berburu jabatan dengan segala cara, penyalahgunaan kekuasaan merupakan limpahan dari nafsu manusia ingin memiliki banyak harta, hidup bergelimang kemewahan, disanjung dan dihormati, tak mengindahkan Allah yang sudah memperingatkan hambanya dengan firman-firman-Nya yang sangat keras.
“Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS al-Isra’ [17]:16).
Institusi yang dibuat oleh negara bahkan bisa lebih dulu menjadikan seorang tersangka masuk penjara sehingga menghancurkan martabat harga diri dan keluarganya.